Salah satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya menurut ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya: True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman segera menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak bertuhan dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa ada (seperti yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap pengalaman yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa Arab) diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti nyata akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190 Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan. Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan semua yang dapat dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi yang tidak jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan berterima kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga. Di saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil; dia akan berperilaku sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan dituntun untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah yang telah diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa memberikan itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan ini tidak akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau mengetahui nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi hari, mereka merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan tertekan dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan setiap pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam diri mereka antara bangun dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak senang saat mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak mereka bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak menyadari bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang Allah berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat berikut:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya', 21:1)
Jelas bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini telah melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan kita jalani, agar kita meraih ridha Allah. (bersambung)
Sumber : harunyahya.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar